[KERINDUAN]

Sejatinya apa yang kita cari dari kesibukan adalah pengisian kekosongan ruang-ruang dalam relung perasaan dan pikiran.
Amanah serta merta bukan hanya sebagai sesuatu yang harus diselesaikan, melainkan senantiasa berubah menjadi sesuatu yang banyak mengandung makna.
Sesungguhnya, bukan bagaimana kita menyibukan diri dengan saling berdebat tentang sesuatu, atau bahu membahu menyelesaikan yang sering kita sebut sebagai pekerjaan. Karena ini adalah sudah lebih dari bentuk pendewasaan diri dan pengenalan satu sama lain.
Delapan dari sekian banyaknya mahasiswa yang senantiasa saling menguatkan ketika salah satunya mulai kehilangan semangat.
Delapan dari sekian banyakanya bocah kecil yang serentak menutup telinga untuk hal-hal yang menjatuhkan, dan senantiasa membuka kembali untuk sesuatu yang membangkitkan.
Tujuh dari sekian banyaknya manusia yang berhasil mengisi salah satu ruang kosong relung perasaan dan pikiran di raga ini.
Tujuh dari sekian banyaknya bocah-bocah yang semakin dewasa, yang akan terus teringat sampai usia tidak terhitung lagi.
Sejatinya…
Kita adalah yang terbaik, dan akan terus menjadi yang terbaik..
001645a

Tentang titik koma

Terimakasih banyak sudah mau bersabar dan ikhlas menghadapi semua.
Ini sangat melelahkan bagimu, aku sangat yakin itu.
Bahkan mungkin kamu sudah terlalu muak, benci, dan negatif.
Aku minta maaf, untuk semua yang telah terjadi di hari yang melelahkan ini.
Hari ini sungguh sangat melelahkan.
Sangat..
Semua sudah keterlaluan, tidak masuk logika, dan kekanak-kanakkan
Semua sudah nampak dengan sangat jelas
Aku sudah sangat terlalu egois, dan terkungkung dengan apa-apa yang menyangkut dorongan pribadi…sedangkan tentangmu, sama sekali tidak terbesit dalam pikiran
Maafkan aku..
Karena hari ini akan benar-benar menjadi tamparan yang cukup hebat untukku
Semoga semua tidak mengubah apapun, tentang kita, tentang kita yang hebat
Tentang kita yang penuh kelembutan..
Aku benar-benar berharap
Semoga semua tidak mengubah apapun
Semoga kamu masih terus ingin berjuang denganku, mengejar impian yang terpatri kuat dalam relung hati sejak lama
Semoga kita tetap akan menjadi kita

Apa setiap orang dewasa harus bersikap dewasa?

Apa setiap anak kecil harus bersikap layaknya anak kecil?

Apa setiap orang dewasa haram hukumnya berharap diperlakukan sehangat orang-orang memperlakukan anak kecil?

Apa setiap anak kecil sangat tidak boleh berpikir seperti orang dewasa?

Apa setiap ketentuan mengharuskan semua seperti itu?

Apa tidak ada lagi pelukan hangat untuk seorang dewasa? Sekalipun ia membutuhkannya?

Untuk setiap orang dewasa?

Yang bahkan sebenarnya belum benar-benar dewasa

Tapi, orang-orang tidak peduli dengan itu.

Dewasa tetap harus dewasa.

Anak kecil akan beranjak dewasa.

Mengapa selalu ada kasar selain lembut.

Mengapa selalu ada penolakan.

Mengapa harus ada kesepian.

Mengapa harus ada kemuakan.

Dan mengapa harus ada kebodohan,

Yang berujung pada penyesalan

Manusia memang punya akal, untuk berpikir secara logis..

Tapi manusia juga punya hati, untuk merasa dengan baik

Aku hanya rindu kelembutan.

Kelembutan manusia.

Titik Awal

Jika menulis adalah hal paling sederhana dalam jalan menggapai mimpi, biarkan aku menuliskan semua dalam selarik kertas berwarna putih

Jika menulis adalah pembuka pintu menuju mimpi, biarkan aku terus mencari kunci dalam ribuan kata yang mungkin tertulis

Jika menulis adalah rangkaian pelepas jiwa dan pelipur gundah, biarkan aku terus menulis.. karena kekhawatiran akan mimpi tidak pernah bisa ku hempas, selain dengan menulis

Aku percayanya setiap orang -dalam menghadapi sesuatu- akan dengan sendirinya disiapkan dengan cara yang berbeda-beda. Terlebih untuk urusan duniawi, yang hanya sementara dan tidak berkepanjangan.

Riyanti Wikara

Kejelasan

Mengapa kita selalu fokus pada sisi negatif dari satu hal dibanding dengan kebaikan dari hal tersebut? Mengapa kita tidak bisa menerima sesuatu terjadi jika itu tidak sesuai dengan yang diharapkan? Mengapa selalu kita meratapi kegagalan, dibanding dengan kembali merintis dan memulai usaha yang lebih baik?

Manusia punya akal, punya pikiran, punya hati, dan punya perasaan.

Jika yang dikatakan hidup adalah tentang hari ini, mengapa tidak kita coba selesaikan sebaik mungkin apa yang harus dilewati hari ini.

Jika yang dikatakan hidup adalah tentang masa depan, sudah sewajarnya kita persiapkan sematang mungkin apa yang diinginkan kelak.

Rasanya, hidup tidak pernah dikatakan sebagai masa lalu. Maka barang jelas, yang sudah lewat biarkan ia pergi. Yang sudah lalu, biarkan terus terbang berlalu.

Mengapa harus disesalkan setiap kita tidak cukup baik menjalankan sesuatu?

Mengapa harus diteriaki, dicaci maki, dan ditangisi, hal-hal yang sesungguhnya kita sendiri yang membiarkan itu terjadi begitu saja?

Sudahlah, manusia pada dasarnya adalah makhluk yang selalu mampu belajar.

Lihat baiknya, lalu buang jauh-jauh yang buruknya.

Gagal di belakang, tidak selalu menentukan apa yang akan terjadi di depan.

Hanya manusia yang bodoh yang hanya melihat keburukan dari sesuatu yang terjadi.

Seharusnya kita tidak bodoh. Yakin, toh kita cerdas.

Wallahualam.

Burung

gambar-burung-elang-animasi-84179Masing-masing orang memiliki cara sendiri to get a feeling of importance. Cara yang dimiliki jelas berbeda. Hasil yang didapatkan per orangnya akan berbeda.
Terkadang kita harus selalu bisa menerima kenyataan yang terjadi dengan sikap “begitu saja”, tanpa perlu melakukan penolakan ataupun andil menyalahkan.

Terkadang kita hanya bisa menerima peristiwa yang dengan sengaja kita biarkan terjadi. Karena kupikir setiap peristiwa tidak ada yang pernah terjadi begitu saja. Tuhan tidak menciptakan peristiwa sendiri. Tuhan memberi kebebasan kepada kita untuk menentukan, memilih, dan menjalankan. Jadi, apa yang perlu disesali ketika peristiwa yang kita hadapi pada kenyataannya tidak sesuai dengan ekspektasi yang menjulang tinggi  di relung hati terdalam.

Terkadang kita terpaksa menelan sesuatu secara bulat-bulat, untuk terhindar dari sensasi rasa yang tidak nyaman di lidah. Terkadang kita perlu mengikuti arus air yang mengalir deras untuk menemukan persimpangan mana yang akan kita lewati dan muara seperti apa yang akan kita temukan. Memang, hanya ikan mati yang mengikuti aliran arus sungai. Somehow, kita tidak pernah tahu muara seperti apa yang akan kita dapatkan kelak di depan. Apapun yang menjadi keputusan, salah benarnya akan kita ketahui kelak di akhir. Mengikuti arus atau melawan arus, siapapun boleh memilih, tanpa perlu ikut-ikutan. Apapun yang menjadi keputusan, terpenting adalah semua didasarkan pada pertimbangan yang jelas, tanpa keragu-raguan.

Tuhan selalu membiarkan kita masuk ke dalam peristiwa demi peristiwa untuk terus mengambil butiran hikmah yang tersebar di dalamnya.

Tuhan selalu memberikan kesempatan untuk kita terus belajar menyikapi peristiwa demi peristiwa dengan sikap bijak.

Jika belum bijak, terus belajar bijak, jika masih belum bisa, terus dilanjut, sampai terhenti hanya oleh waktu.

Kita sudah bukan pohon yang ditempa angin kencang lagi. Kita adalah burung petualang yang terbang tanpa henti, bertemu badai pasir hingga petir. Kali ini kita sendiri yang menentukan, akan terus terbang atau berhenti dan menjatuhkan diri.

Don’t Criticize, Condemn, and Complain

900px-Listen-to-Music-Step-1-Version-2

Akhir-akhir ini saya kesulitan mencari topik yang renyah untuk dijadikan sebuah tulisan. Terlebih lagi, saya sangat kesulitan mencari waktu dan momen yang tepat untuk menulis. But I know, now is the right time..

“Don’t criticize, condemn, and complain” adalah sebuah kalimat yang saya temukan pada bab 1 buku How to Win Friends and Influence People. Sebuah kalimat simpulan dari ribuan kata analogi tentang bagaimana pengaruh sebuah kritik terhadap kepribadian seseorang. Akhir-akhir ini saya mengamati satu sifat mendasar manusia yang bisa jadi kita semua tidak luput dari memilikinya. Adalah “Tidak ingin disalahkan, ketika dirinya salah. Selalu ingin menyalahkan, ketika orang lain salah.”. Bahasa lainnya, wrongdoers will blaming everyone but themselves. Faktanya, sebagian besar dari manusia selalu lebih mudah melihat celah keburukan dibanding dengan kebaikan. Selalu mampu mencela, dibandingkan dengan mengapresiasi. Selalu mudah mengomentari daripada menerima komentar. Semua orang pada dasarnya seperti itu, yang berbeda adalah respon/reaksi yang ditunjukan.

Kritik, lebih banyak diartikan sebagai buah perhatian seseorang terhadap apa yang orang lain lakukan. Kritik jauh lebih mengandalkan pemahaman pribadi orang yang mengeluarkan “kritik” tersebut. Yang dikritik, bisa saja luput memerhatikan sudut pandang yang menjadi objek dari si pengkritik. Mengkritik sesuatu rasanya sudah menjadi kegiatan umum yang dilakukan banyak orang, termasuk saya. Dalam berbagai macam hal. Lingkungan keluarga, pertemanan, perkuliahan, birokrasi universitas, politics issue, terlebih adalah hal-hal yang berkaitan dengan interaksi manusia. Relationship, jelas menjadi wadah kritik terbesar yang pernah saya temukan.

Lalu, seberapa besar pengaruh kritik terhadap apa yang seseorang kerjakan? Sebagai pemimpin dalam lingkup kecil, saya sering berinteraksi dengan teman-teman dalam organisasi saya. Saya sering mengkritik beberapa orang dalam beberapa hal yang dikerjakan. Suatu waktu, saya mengkritik kinerja salah satu anggota saya. Saya paparkan mengenai satu persatu kesalahan dia. Saya dikte satu persatu hal yang tidak patut dia kerjakan. Kalimat kritikan saya waktu itu adalah seperti ini: “Dalam hal ini, kamu jelas salah mengambil keputusan seperti itu. Seharusnya kamu pikirkan baik-baik apa-apa yang kamu kerjakan. Kalau sudah begini mau diapakan?”. Kritik saya jauh lebih berbau kemarahan, bukan nasihat atau masukan. Hasilnya, anggota saya malah lebih menjadi ketergantungan dalam hal mengambil keputusan. Sedikit-sedikit ragu dalam mengambil langkah, ragu dalam mencoba hal baru, ragu dalam memberikan inovasi. Ujungnya, terhambat perkembangan jiwa kepemimpinannya.

Melihat hal itu, saya mencoba mengubah cara memperbaiki kinerja anggota saya. Suatu waktu dengan kasus yang sama dan orang yang sama, saya mencoba untuk berkomunikasi dengan cara yang lain. “Kamu sudah melakukan yang terbaik. Saya tidak bermasalah dengan apapun keputusan yang kamu ambil, terpenting adalah setiap keputusan harus jelas pertimbangannya. Kita hanya akan tahu keputusan kita salah atau benar ketika kita melihat hasilnya. It’s okay, benar atau salah terpenting kamu memiliki pertimbangan yang jelas. Keep moving!”. Hasilnya? Jauh lebih memuaskan. Dia, mulai berkembang dengan caranya sendiri. Mulai terlihat kehati-hatian dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Mulai jauh lebih berani dalam mengambil resiko. Mulai mampu berkomunikasi dengan baik dalam berbagai hal.

Kritik, ternyata tidak selalu mampu memengaruhi orang untuk masuk ke dalam ruang perbaikan. Yang ada, dengan kritik muncullah sifat defensif dari seseorang. Bahkan, ketika saya dikritik orang pun terkadang perasaan membela diri jauh lebih menguasai dibandingkan dengan penerimaan dan intropeksi diri. Sekali lagi, wrongdoers will blaming everyone but themselves. Nyatanya, semakin banyak dikritik semakin tebal dinding pembelaan diri. Lain halnya ketika semakin banyak diarahkan apa yang seharusnya terjadi dengan cara sebaik mungkin, bisa jadi penerimaan jauh lebih mudah dibandingkan dengan penolakan.
Don’t criticize someone, if you don’t want to be criticized. Hehe. Manusia, begitu kok.

Jadi.. Sebisa mungkin, mari ubah cara komunikasi kita dengan orang lain dalam hal kritik mengkritik. Judged not, you will not be judged. Cara berbicara yang sama sekali tidak kita sadari membuat orang lain tersakiti, tidak akan sama sekali kita sadari jika tidak kita pahami. Berharap orang lain tidak mengkritik dengan cara yang salah, hanya akan menjadi harapan belaka ketika kita masih mengkritik orang lain dengan cara yang sama.
So, don’t criticize, condemn, and complain.

Titik teratas

Aku bergantung pada diam

karena kata tak selalu mampu mengungkap rasa

Diamku bukan untuk diharapkan, bukan pula untuk dienggankan

Bukan..

bukan untuk disangsikan, bukan pula untuk dihiraukan

Diam bukan lagi hanya senjata.

Bagiku diam

adalah puncak segalanya.

Surga

cool-dark-nature-backgrounds-oxebzzgm

Jika bunda rindu ayah, begitu pula dengan hamba

Jika memang rindu adalah kata yang tepat

maka ragu, sudah pasti tak akan ada

Jika memang bunda tidak begitu, tak akan pula aku marah padamu

Tapi bunda, jangan kau larang aku untuk rindu padanya

Tak pernah aku merasa kehilangan

Karena ayah selalu ada dalam hayati hamba

Jika bunda tak mampu membendung rasa, cukup aku yang menelannya

Biarkan aku terus berjalan, bunda duduk dalam dekapan

Biarkan aku terus terbang melayang, bunda senyum saja dalam ketenangan

Aku tak akan mengeluh pada bunda,

Walau belum kutemu surga di dunia

Ayah pun tak akan menangis di atas sana,

jelas bunda, karena surga sudah ia temukan.

Tentang Rindu pada Rumah

alone

Kemanapun langkah membawa pergi, hati dan jiwa tertinggal bersama kenangan, di Rumah.

Tetiba rindu sekali dengan suasana rumah sebagai tempat tinggal. Tentang bagaimana pola hidup di rumah, bersama orang tua dan segenap keluarga terdekat. Aktifitas dari bangun tidur hingga tidur lagi. Bercengkerama dan selalu ada bahan obrolan setiap saat, tentang bagaimana menceritakan aktifitas di luar rumah, berkumpul dalam satu meja, tertawa dan bahagia.
Tetiba rindu sekali dengan kondisi santai di rumah, yang memberikan rasa nyaman dan tanpa kekhawatiran apapun. Kekhawatiran tentang ibu, ayah, kakak yang selalu di rasa ketika pergi jauh dari rumah.

Sebenarnya, bukan wujud fisik rumah yang dirindukan, tapi tentang segala hal yang tertuang di dalamnya. Tentang senangnya hidup bersama, tentang bahagianya hidup berbagi, tentang kenyamanan dan keamanan, tentang rasa yang tak pernah dirasakan jika berada jauh dari rumah.

Diperjelas.
Rindu rumah bukan serta merta rindu pada penampakan rumah seperti beratap jerami dan beralaskan tanah, atau beratap genting emas dengan alas permadani indah. Rindu rumah bukan sebatas rindu duduk di sofa nyaman di salah satu sudutnya. Rindu rumah bukan juga rindu akan nyamannya tempat tidur yang serba indah. Bukan itu.

Rasanya, rindu rumah selalu tak mampu menjawab pertanyaan kapan bisa kembali tinggal di rumah dengan lama waktu berbulan-bulan, bertahun-tahun?
Kupikir, ini bukan kekhawatiran, namun feeling berkata lain hal. Tentang takdir yang mungkin membawa langkah menjauh dari rumah, tentang keputusan yang membawa diri ke tempat nan jauh disana. Entah dimana, entah kapan, dan entah dengan siapa. Yang pasti, takdir itu yang tetap akan membawa pergi diri jauh dari rumah.

Maka rindu rumah, akan menjadi hal yang abadi.

Mungkin.

Rinduku bukan rekayasa, rinduku seperti dahaga di padang pasir tandus tanpa mata air jernih.

Pak Dudi, Perkenalan yang Singkat nan Bermakna

Sosok pak Dudi

Sosok pak Dudi

Alhamdulillah, tidak terasa KKN telah berakhir. Rasanya baru kemarin-kemarin saya bertemu dengan teman-teman dan dosen pembimbing lapangan untuk pertama kalinya, di salah satu gedung Fakultas Peternakan. Hari ini, selesailah semua kewajiban KKN. Banyak yang membuat saya bersyukur dan semakin bersemangat dalam menjalankan perkuliahan. Banyak pula yang membuat hati saya tersentuh dengan berbagai perlakuan yang luar biasa baiknya dari seluruh warga desa. Sampai ketika pulang pun, kami diantarkan dengan derai air mata pak dusun dan warga lainnya. Bukti kesedihan atas perpisahan dari sebuah pertemuan singkat yang kurang lebih hanya satu bulan.

Bukan hanya moment yang berasal dari warga desa saja yang berbekas dalam benak, pertemuan dengan teman-teman pun luar biasa menyenangkannya. Bahkan sebenarnya salah satu yang membuat saya merasa lebih beruntung adalah mendapatkan dosen pembimbing lapangan yang luar biasa perhatian dan hebat. Pak Dudi, menurut saya adalah sosok dosen dengan karakter kebapak-an yang kekinian. Beliau sering menggunakan metode pendekatan yang menyenangkan kepada mahasiswa-mahasiswanya, terutama kami sebagai anak bimbingnya.

Sejak pertama kali bertemu, beliau menawarkan untuk tidak dipanggil bapak, cukup dengan kata kang saja. Padahal sebagai orang sunda, yang saya tahu sebutan kang itu kurang lebih ditujukan untuk mereka yang merupakan kakak laki-laki atau laki-laki yang lebih tua umurnya. Canggung rasanya ketika kami harus memanggil dosen yang kami hormati dengan panggilan kang. Namun ternyata, hal itu yang menjadi pembuka jalan kedekatan beliau dengan saya dan teman-teman kelompok lainnya. Menyenangkan.

Pak Dudi, juga merupakan dosen yang sangat perhatian kepada mahasiswa-mahasiswanya. Dengan komunikasi yang intens selama KKN, baik melalui media by phone atau hanya short message saja, kami merasa terus dibimbing dan diperdulikan selama berada di tempat asing. Selalu beliau berpesan, “Jaga kesehatan, dan jaga kekompakkan”. Pesan yang simple, namun memang benar-benar penting. Mungkin ini juga yang menjadi salah satu alasan mengapa kami sampai akhir perjuangan KKN mampu membentuk kelompok yang luar biasa dekat dan kompak sabagaimana yang diinginkan.

Bentuk perhatian pak Dudi bukan hanya tergambarkan dari bagaimana cara beliau menjaga komunikasi dengan kami. Hal lain yang saya rasakan secara pribadi adalah sifat perhatiannya beliau dibuktikan dengan selalu mengecek hasil kerja anak-anak bimbingannya. Sempat saya menulis cerita di blog ini tentang sekilas perjalanan di KKN, hanya cerita pribadi, bukan untuk dikonsumsi secara formal, bahkan oleh Dosen Pembimbing Lapangan. Namun beberapa hari setelah saya publish, beliau menelepon dan memberikan apresiasi tentang tulisan tersebut. Padahal, saya tidak memberi tahu siapapun di antara teman-teman KKN bahwa saya telah memposting salah satu cerita menarik selama KKN. Hal ini yang menjadi trigger bagi saya untuk terus belajar menulis. Pak Dudi, dosen dengan metode memotivasi yang menarik.

Menurut saya, selama KKN banyak hal yang perlu saya pelajari dari sosok pak Dudi. Selain kedua hal tersebut, beliau selalu ramah, enjoy, menyenangkan, dan mampu memposisikan diri sebagai dosen, pembimbing, bapak, dan teman untuk kami. Tentang pak Dudi, menjadi bumbu tambahan yang membuat perjalanan KKN saya dan teman-teman semakin bermakna. Terimakasih, bapak. Semoga tetap menyenangkan, sampai akhir perjuangan.

S__25174119

Kami dan Pak Dudi

Perempuan dalam Hakikat

IMG-20150125-00129Seyogianya perempuan adalah makhluk Allah yang “dibebani” tugas menjaga segala hal yang telah diberikan sejak ia lahir, sepanjang kehidupan, hingga kemudian kembali ke liang lahat. Menjaga kehormatan diri, kehormatan keluarga, kesucian hati, kesucian pikiran, menjadi panutan bagi keluarga, lingkungan dan setiap orang yang berada di sekitarnya. Bahkan, mengingat pepatah lama yang menyebutkan bahwa di balik kesuksesan seorang laki-laki, adalah perempuan hebat yang selalu mendampingi. Betapa tingginya derajat perempuan dalam tahta kerajaan kehidupan. Wallahuallam.

Kehormatan seorang perempuan tidak akan terjaga jika bukan dirinya sendiri yang menjaga. Bahkan sebenarnya ini bukan hanya berlaku bagi perempuan semata, demikian juga untuk mereka yang laki-laki. Adalah attitude yang baik, menjadi kunci bagi keberhasilan seorang manusia dalam menjaga setiap bentuk kehormatan. Attitude jelas akan berperan sebagai pondasi diri. Bagi kita yang seorang perempuan, bentuk attitude yang baik hanya akan muncul dan terpancar jika benar-benar tersirat niat yang tulus dari dalam lubuk hati. Niat tak selalu harus terucap dari lisan, cukup terpatri dengan kuat dalam ruang hati terdalam. Niat yang kemudian akan dengan sendirinya terkonversi menjadi energi positif. Energi inilah yang diharapkan akan terus terpancar dari setiap pola dan tingkah yang dilakukan setiap harinya.

Betapa percayanya aku bahwa masing-masing perempuan akan memiliki energi positif yang sama. Tentang seberapa besar pengaruhnya, akan tergantung pada keputusan masing-masing diri. Keputusan dalam memilih apakah akan terus dijaga dan dipancarkan, atau memilih untuk dikubur dalam-dalam sebatas konsumsi pribadi semata. Bagiku, pilihan pertama-lah yang seharusnya dipilih oleh kita untuk kebaikan dalam hidup yang panjang. Memilih untuk memancarkan energi positif bagi lingkungan sekitar akan secara langsung menjadikan kita selalu positif setiap saat. Namun, seringkali kita terbelenggu dalam pertanyaan “bagaimana” cara melakukannya, bukan pada makna yang sebenarnya akan kita dapatkan jika berhasil melakukan itu.

Satu cara membuat energi positif terpancar selalu dalam diri adalah dengan membuka diri seluas-luasnya pada lingkungan alam sekitar. Membuka wawasan, hati, perasaan, pikiran, dan lingkungan seluas-luasnya. Bukan berarti tak ada batas dalam diri. Terbuka pada lingkungan harus dilakukan dengan cara yang tepat, dengan syarat telah membatasi diri dengan benteng yang kokoh. Membentengi diri dengan aturan agama, membentengi diri dengan nilai dan norma. Intinya, jalankan aturan diri yang pakem, untuk selanjutnya mampu menghadapi dunia luar yang jauh lebih luas. Sebagian besar menganggap aturan-aturan seperti itu hanya akan mengurasi kebebasan dalam mengeksplorasi diri di dunia yang luas. Padahal menurutku, bahkan akan sebaliknya.

Perkokoh pondasi diri, kemudian melanglang buana ke alam luas.

Karena segala aturan alam, hakikatnya ada hanya untuk kebaikan. Percayalah.

Dan sesungguhnya, setiap yang mengikuti aturan dengan terlebih dahulu memahami maknanya, barang jelas akan mampu membangun pondasi diri yang kokoh, kemudian memancarkan energi positif yang diinginkan. Terutama, bagi kita yang perempuan.